KlopakIndonesia – Perseteruan antara dua tokoh besar Amerika Serikat, Elon Musk dan Donald Trump, kembali memanas. Bahkan, konflik ini telah mencapai titik yang mengejutkan: Elon Musk secara terbuka menyetujui seruan untuk memakzulkan Trump dari kursi kepresidenan dan mendukung Wakil Presiden JD Vance sebagai pengganti.
Langkah Musk ini memicu guncangan besar, bukan hanya di ranah politik, tetapi juga pada dunia bisnis, terutama perusahaan yang ia pimpin — Tesla dan SpaceX.
Segalanya bermula dari kritik tajam Musk terhadap RUU “One Big Beautiful Bill” yang didorong oleh Trump. Musk menyebutnya sebagai “kekejian fiskal” karena akan menambah utang negara hingga US$3 triliun dalam satu dekade.
Ketegangan meningkat saat Musk menjawab “Ya” dalam unggahan di media sosial X, menyetujui seruan untuk memakzulkan Trump dan menggantikannya dengan JD Vance. Ia juga sempat mengungkit dugaan hubungan Trump dengan Jeffrey Epstein, meskipun klaim tersebut kemudian dihapus.
Trump tak tinggal diam. Ia membalas dengan menyebut Musk “tidak waras”, dan mengancam akan mencabut subsidi kendaraan listrik serta membekukan kontrak pemerintah untuk SpaceX jika kembali terpilih.
Tanggapan ini menambah ketegangan, terutama karena SpaceX merupakan mitra utama NASA dalam program antariksa Amerika. Musk bahkan mengancam akan menghentikan penggunaan kapsul Dragon untuk misi NASA jika tekanan politik terus berlanjut.
Konflik yang menyerempet politik ini langsung berdampak ke pasar. Saham Tesla (TSLA) anjlok lebih dari 15% dalam satu hari perdagangan. Investor mulai khawatir akan stabilitas kepemimpinan Musk dan potensi intervensi pemerintah terhadap bisnisnya.
SpaceX, meski tidak terdaftar di bursa, ikut terdampak secara reputasional. Ancaman pencabutan kontrak NASA dan militer AS bisa menghambat proyek besar seperti Starship dan jaringan satelit Starlink.
JD Vance, yang kini menjadi Wakil Presiden AS, justru mengambil posisi hati-hati. Ia menyebut tindakan Musk sebagai “kesalahan besar”, namun tetap menyatakan loyalitasnya pada Trump. Langkah ini dinilai sebagai upaya menjaga stabilitas politik di tengah krisis terbuka antara dua tokoh dominan ini.
Konflik ini bukan sekadar drama pribadi. Ini mencerminkan ketegangan yang lebih dalam antara teknologi, politik, dan kepentingan bisnis skala besar. Jika terus berlanjut, bukan tidak mungkin dampaknya akan terasa hingga ke global — dari harga saham, masa depan eksplorasi antariksa, hingga arah kebijakan ekonomi Amerika Serikat.