Tak terasa Bandung memasuki usia yang ke 214. Saya yang besar kecil di Bandung, walaupun ” leluhur ” asli Solo, se-daerah dengan presiden kita, yang sebentar lagi memasuki purna tugas. Apapun ceritanya, apapun masakannya. Kita ucapkan terima kasih pada Presiden Jokowi dengan segala kekurangan dan kelebihannya. Orang bijak bilang ” tidak ada gading yang tak retak” tidak ada manusia yang sempurna. Yang ada hanya roko sampurna.
Saya termasuk golongan perusahaan pita rekaman Remaco yang artinya remaja kolot. Hehe..
Orang sekarang mungkin ada yang tidak tahu apa itu Remaco, tempat rekaman grup musik atau penyanyi terkenal kala itu. Grup musik Koes Plus, The Mercys, Panbers, sudah pasti mengeluarkan Album dengan lebel Remaco.
Makana diplesetkan :” maneh mah Remaco remaja kolot” . Jadi sangat hapal wajah Bandung tempo dulu, sekitar tahun 70-an. Karena waktu SD, saya termasuk golongan jarambah tukang ulin. Suka diajak kakak saya ngurilingan Kota Bandung make sepedah merk Phoenix Da baheula jarang nu boga motor.
Dulu mah sepeda juga dipajak, istilah dulu mah dipeneng. Jadi kalau ada razia sepeda, mun sudah ditempelan peneng aman.
Bapak Almarhum, yang pensiunan tangtara dengan pangkat terakhir letnan kolonel pasti berpindah pindah tempat ( maklum tangtara) sampai akhirnya pensiun di Bandung.
Walaupun saya anak kolong, begitu orang nyebut bila anak tentara. Tetapi saya tidak ” belagu ” kaya orang kebanyakan ( naon nu rek dipake sombong) biasanya waktu dulu mun anak tentara sok “lalegek”. Apalagi anak seorang perwira.
Waktu SMA, ada teman saya yang anak tentara mamawa pistol ka sakola, dengan tujuan gagayaan. Kapanggih nu jadi urusan tetap we kolotna.
Menyambut hari jadi Kota Bandung yang ke 214, saya mencoba bernostalgila eh nostalgia tentang Kota Bandung, kita mulai di daerah saya tinggal dulu, Kiaracondong.
Konon kabarnya kata Kiaracondong diambil dari nama pohon, yang namanya pohon Kiara. Dulu di sepanjang sungai di Kiaracondong banyak ditumbuhi pohon Kiara. Ada salah satu pohon yang unik pohon Kiara yang nyondong ke sungai. Karena keunikan, akhirnya jalan tersebut dinamai Kiara Condong yang sekarang Jalan Ibrahim Adjie.
Terus ada daerah Kebon Gedang yang memang dulu di daerah itu banyak pohon Gedang ( pepaya).
Ada juga Warung Jambu, yang sekitar tahun 1970 an, banyak yang berjualan jambu batu, di warung-warung makana disebut Warung Jambu. Dulu tahun 1980 an. di sekitar Jalan Warung Jambu ( Warjam) adalah ” Las Vegas” nya Kiaracondong. Sebelum judi dilarang daerah Warjam terkenal karena daerah belingnya, perjudian semarak di jalan itu. Dari lotre endog asin sampe unyeng dan dadu ada disana. Bahkan ” ngadu muncang” pun ada. Orang akan malu kalau menyebutkan rumahnya di Warung Jambu.
Di daerah itu juga ada sekolah legendaris yang sekarang bernama SDN Warung Jambu, mungkin berdiri sekitar tahun 1960 an kalau dulu bernama SD Kiaracondong.
Kebon Jayanti, mungkin sebagian orang tak tahu bahwa dulunya kenapa dinamai Kebon Jayanti karena banyak pohon Jayanti. Sekarang pohon Jayanti tinggal namanya Kebon Jayanti. Pohon Jayantina mah duka kamana.
Bersambung…
Hari Sinastrio
( Pemerhati Sejarah Kota Bandung)