Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD, mendorong Kejaksaan Agung untuk mengambil alih penanganan kasus dugaan korupsi dalam penerbitan ratusan sertifikat di wilayah laut Kabupaten Tangerang. Ia menilai kasus tersebut sudah jelas mengandung unsur kolusi dan tidak cukup hanya dikategorikan sebagai pemalsuan dokumen semata.
“Itu tidak mungkin terjadi kalau tidak ada kolusi. Kalau satu sertifikat saja bisa dibilang kesalahan, ini satu lurah bisa mengeluarkan ratusan sertifikat, sudah pasti korupsi,” ujar Mahfud dalam diskusi publik bertajuk “Enam Bulan Pemerintahan Prabowo: The Extraordinary, The Good, The Bad, and The Ugly” yang diselenggarakan oleh Universitas Paramadina dan Institut Harkat Negeri di Kampus Universitas Paramadina, Jakarta, Kamis, 17 April 2025.
Kasus ini mencuat setelah terungkap bahwa ratusan sertifikat Hak Guna Bangunan (HGB) diterbitkan atas kawasan laut sepanjang lebih dari 30 kilometer. Sertifikat itu disebut tidak sah karena laut merupakan wilayah publik yang tidak bisa dimiliki atau disertifikatkan. Mahfud menilai bahwa praktik semacam ini merupakan bentuk penyalahgunaan wewenang yang berpotensi melibatkan suap dan gratifikasi.
Mahfud mengkritik kepolisian yang menganggap kasus tersebut bukan bagian dari tindak pidana korupsi karena tidak ditemukan kerugian negara. Ia menegaskan bahwa pandangan itu keliru, karena tindak pidana korupsi tidak selalu diukur dari kerugian negara. Menurutnya, penyalahgunaan kewenangan, suap, atau pemberian gratifikasi yang melanggar hukum tetap masuk dalam kategori korupsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Lebih lanjut, Mahfud mendesak Kejaksaan Agung agar tidak ragu untuk mengambil alih penanganan kasus tersebut secara langsung. Hal ini, menurutnya, sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam Pasal 25 Undang-Undang Tipikor, yang memberikan Kejaksaan hak penuh untuk menangani langsung perkara korupsi, tanpa harus menunggu proses penyidikan dari kepolisian.
Ia menilai bahwa pendekatan hukum yang keliru dapat menyebabkan para pelaku lolos dari jerat hukum yang seharusnya lebih berat. Oleh karena itu, Mahfud mendorong agar Kejaksaan segera bertindak dan memproses kasus ini sebagai tindak pidana korupsi, bukan sekadar pelanggaran administratif atau pemalsuan biasa.
Pernyataan Mahfud ini menjadi sorotan publik dan memperkuat kritik terhadap lemahnya koordinasi dan konstruksi hukum dalam penanganan kasus-kasus yang melibatkan aset publik. Ia berharap Kejaksaan Agung berani mengambil sikap tegas demi menjaga kepercayaan publik dan memastikan supremasi hukum berjalan tanpa pandang bulu.