KlopakIndonesia – Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga)/Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Wihaji angkat topi untuk Jawa Barat. Turunnya prevalensi _stunting_ Jabar sebesar 5,8 persen berhasil menurunkan prevalensi nasional dari 21,5 persen menjadi 19,8 persen. Untuk kali pertama dalam sejarah prevalensi _stunting_ Indonesia berada di bawah 20 persen.
“Jawa Barat turun otomatis akan berpengaruh terhadap prevalensi _stunting_ se-Indonesia. Prevalensi Jawa barat _alhamdulillah_ sudah bagus. Jawa Barat sekarang sudah 15,9 persen. Jadi, di bawah rata-rata nasional. Semoga ini menjadi inspirasi dengan provinsi-provinsi lain,” ungkap Wihaji usai peluncuran Gerakan Sehat dan Atasi Stunting (Sehati) di Pangalengan, Kabupaten Bandung, Selasa (17/6/2025). Gerakan Sehati lahir untuk mendukung program Gerakan Orang Tua Asuh Cegah _Stunting_ (Genting) yang menjadi salah satu _quick wins_ Kemendukbangga/ BKKBN.
“Kenapa Jawa Barat penting? Karena jumlah penduduk yang paling banyak di Indonesia Jawa Barat. Hampir 50 juta lebih warganya. Dari 284 juta penduduk Indonesia, paling banyak Jawa Barat. Kalau mau menyelesaikan _stunting_, maka urusi Jawa Barat. Insya Allah akan mengurangi se-Indonesia. Karena itu, saya hari ini ke Jawa Barat,” tandas Wihaji.
Wihaji menjelaskan, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2024-2029 telah mematok target prevalensi _stunting_ nasional sebesar 14 persen pada 2029 mendatang. Adapun capaian 2024 sebesar 19,8 persen masih di bawah target nasional sebesar 18 persen. Karena itu, Wihaji mengapresiasi keberhasilan Jawa Barat menurunkan prevalensi _stunting_ dari 21,7 persen menjadi 15,9 persen. Penurunan ini berdampak besar pada penurunan prevalensi _stunting_ secara nasional.
Lebih jauh Wihaji menjelaskan kedatangan ke Pangalengan, Kabupaten Bandung, untuk meninjau situasi terkini _stunting_ di Jawa Barat. Sebagai daerah dengan jumlah penduduk tertinggi di Indonesia, Jawa Barat sangat berperanguh pada prevalensi nasional.
Selain itu, kedatangannya juga sekaligus meluncurkan Gerakan Sehati untuk mendukung Genting melalui kolaborasi dengan PT Perkebunan Nusantara 1 (PTPN 1). Melalui gerakan ini, PTPN 1 akan menjadi orang tua asuh bagi 200 keluarga berisiko _stunting_ (KRS) di sekitar perkebunan.
“KRS yang akan dibantu adalah ibu hamil, ibu menyusui, dan baduta atau KRS dalam periode 1000 hari pertama kehidupan. Kenapa baduta, karena setelah dua tahun kalau _stunting_ susah disempurnakan. Tapi kalau aman (selama dua tahun), berarti ke depan aman,” terang Wihaji.
“Karena itulah hari ini saya bersama _stakeholders_, Pak Wakil Gubernur, Ibu Bupati Bandung, Pak Wakil Bupati, Pak Dirut, Pak Direktur bersama-sama untuk melakukan kerja _pentahelix_ supaya nanti prevalensi _stunting_-nya _zero_. Kenapa ini _stunting?_ Karena cikal bakal generasi masa depan Indonesia itu salah satunya di sini. Kalau _stunting_-nya aman, zero, berarti IQ-nya rakyat Indonesia di atas 78. Berarti aman dan ini menjadi generasi masa depan Indonesia,” Wihaji melanjutkan.
Sementara itu, dalam dialognya dengan warga, Wihaji menjelaskan stunting merupakan situasi kekurangan gizi kronis yang ditandai dengan kurangnya tinggi badan dan berat badan jika dibandingkan dengan umurnya. Kondisi ini terjadi akibat kurangngnya asupan gizi, air bersih, buruknya sanitasi, dan pernikahan pada usia muda.
“Salah satu yang dipastikan menjadi pemicu _stunting_ adalah pernikahan dini. Walaupun dikasih air bersih, dikasih asupan gizi, kalau pernikahan dini, kata dokter hampir 99,9 persen _stunting_. Selain itu, pola asuh. Yo, betul. Kenapa? Pola asuh ditinggal, diasuh oleh asisten. Yang penting tidak nangis. Makanan semua masuk. Padahal tak ada gizinya itu barang. Akhirnya apa? Anak tersebut punya risiko _stunting_,” jelas Wihaji.
Terkait gerakan Sehati yang diprakarsai PTPN 1, Wihaji berpesan agar paket bantuan didistribusikan dan dikonsumsi secara tepat. “Saya titip kepada Ibu-ibu hamil yang nanti mendapat makanan bergizi. Kalau memang untuk anaknya, dimakan anaknya. Kalau memang untuk ibu hamil atau ibu menyusui, dimakan ibunya. Ya, memang untuk ibunya. Jangan sampai PTPN datang bawa makanan, yang makan bapaknya,” pesan Wihaji.(*)