Tel Aviv/Teheran – Ketegangan di Timur Tengah kembali memuncak setelah laporan intelijen mengungkap bahwa serangan Israel terhadap fasilitas nuklir Iran ternyata mendapat dukungan militer besar-besaran dari Amerika Serikat. Tidak tanggung-tanggung, disebutkan bahwa lebih dari 200 jet tempur AS dikerahkan untuk mendukung misi Israel tersebut.
Serangan yang terjadi dalam beberapa hari terakhir itu menyasar sejumlah titik strategis yang diduga sebagai bagian dari program nuklir Iran, termasuk fasilitas bawah tanah dan pusat riset di wilayah Natanz dan Fordow.
Dukungan Langsung dari AS
Sumber pertahanan di kawasan menyebutkan bahwa jet-jet tempur AS dari berbagai jenis — termasuk F-15, F-16, dan F-35 — turut serta dalam operasi, sebagian besar bertugas sebagai pendukung pengamanan wilayah udara dan pengacau radar pertahanan Iran.
“Operasi ini bukan hanya milik Israel. AS secara aktif menyuplai logistik, pengintaian, dan perlindungan udara penuh terhadap misi tersebut,” ungkap seorang pejabat intelijen regional yang tak ingin disebutkan namanya.
Respons Iran: Akan Dibalas Dengan Kekuatan Penuh
Iran langsung bereaksi keras. Pemerintah di Teheran menuduh Israel dan AS melakukan agresi terang-terangan yang melanggar hukum internasional dan kedaulatan negara. Dalam konferensi pers, Juru Bicara Kementerian Pertahanan Iran menyatakan:
“Setiap serangan terhadap wilayah dan fasilitas kami adalah deklarasi perang. Kami tidak akan diam, dan semua opsi balasan telah disiapkan.”
Sejumlah rudal pertahanan udara Iran dilaporkan telah ditembakkan untuk menghadang jet-jet yang melintas, meskipun belum ada laporan resmi soal kerugian atau jatuhnya pesawat dalam operasi tersebut.
Dampak Global dan Ketakutan Akan Perang Besar
Ketegangan ini dikhawatirkan bisa memicu eskalasi konflik besar di kawasan Timur Tengah, apalagi di tengah situasi yang sudah rapuh akibat perang berkepanjangan di Gaza dan krisis di Laut Merah. Sejumlah negara, termasuk Rusia, Tiongkok, dan Uni Eropa, telah menyerukan deeskalasi dan menuntut agar AS serta Israel menghentikan provokasi lebih lanjut.
Sementara itu, pasar minyak dunia langsung bereaksi. Harga minyak mentah naik tajam, menembus angka US$95 per barel, akibat kekhawatiran terganggunya distribusi energi dari kawasan Teluk.