Siang itu, matahari Jakarta terasa terik. Di sebuah kantor kecil di bilangan Sudirman, suara ketikan keyboard bercampur dengan dering telepon. Dini, 27 tahun, baru saja menutup layar komputernya untuk rehat sejenak. Ia mengeluarkan ponsel dari laci, lalu membuka sebuah aplikasi berwarna hijau dengan logo khas Pegadaian.
Hanya butuh beberapa sentuhan layar, ia memilih menu Tabungan Emas dan memasukkan angka Rp10.000. Dalam hitungan detik, transaksi berhasil. Dini tersenyum tipis. Nominal itu mungkin hanya setara sebotol minuman di minimarket, tapi bagi Dini, setiap setoran kecil adalah langkah pasti menuju masa depan yang ia impikan.
“Dulu aku kira menabung emas itu ribet,” katanya suatu sore sambil bercerita kepada sahabatnya. “Harus datang ke Pegadaian, isi formulir, dan harus punya uang banyak dulu. Rasanya kalau cuma sepuluh ribu, malu menabung ke kantor.”
Tapi semua berubah waktu ia tahu ada Pegadaian Digital. Katanya, ia cukup mengunduh aplikasinya lewat Play Store di ponsel pintar androidnya. Begitu selesai diunduh, ia mendaftar dengan KTP, memverifikasi identitasnya, dan langsung bisa membuka Tabungan Emas tanpa keluar rumah. “Nggak nyampe lima menit, tabungan emasnya jadi,” ujarnya sambil tertawa kecil.
Sejak itu, Dini rutin menyisihkan uang harian. Kadang sepuluh ribu, kadang dua puluh ribu, tergantung sisa dari belanja atau makan siang. Ia tidak lagi menunggu uangnya terkumpul banyak; begitu ada lebih, ia langsung setor lewat aplikasi. “Yang seru itu, tiap kali lihat saldo emas bertambah, rasanya puas banget,” tambahnya.
Pernah, Dini butuh uang mendadak. Ia tidak panik. Lewat aplikasi yang sama, ia menjual sebagian emasnya, dan hanya beberapa menit kemudian uangnya sudah masuk ke rekening. “Cepat banget, nggak ribet,” katanya.
Transaksi kini kian praktis karena aplikasi Pegadaian sudah terhubung dengan dompet digital favorit sehari-hari—cukup beberapa ketukan, bayar lewat dompet digital, dan saldo emas langsung bertambah. Sempurna buat yang sering multitasking!
Dini juga baru tahu kalau tabungan emasnya ternyata bisa diwujudkan menjadi fisik. “Kalau mau, bisa cetak jadi emas batangan, bahkan dikreasikan jadi perhiasan. Lebih serunya lagi, saldo tabungan emas bisa ditransfer ke pengguna lain—serupa kirim uang antarrekening. Semua tinggal geser di HP saja.”
Sambil bercerita, Dini mengajak temannya membayangkan tren harga emas. “Lihat deh, sepuluh tahun lalu sekitar 2015 harga emas per gram masih di kisaran Rp500 ribuan. Nah, sekarang, per gram Antam sudah sekitar Rp1.945.000,” ucapnya sambil menambahkan senyum.
“Kalau kita punya emas sejak dulu, nilainya sekarang sudah hampir empat kali lipat! Makanya, menabung emas sekarang, meskipun recehan, punya potensi besar di masa depan,” lanjut Dini, matanya berkilau membayangkan peluang itu.
Ia jadi terinspirasi dengan ide lebih besar. “Bayangin deh, kalau hanya 1% penduduk Indonesia—sekitar 2,8 juta orang—menabung Rp10.000 per hari, tiap orang punya Rp3,65 juta per tahun. Totalnya bisa lebih dari Rp10 triliun dalam setahun! setara dengan kurang lebih 5,25 juta gram emas atau 5,25 ton emas. Totalnya bisa lebih dari Rp10 triliun dalam setahun! Dari recehan, menjadi kekuatan ekonomi,” jelasnya semangat.
Pegadaian memang membawa semangat itu lewat program Bersama Pegadaian mengEMASkan Indonesia, untuk mengajak masyarakat berinvestasi emas tanpa ribet, tanpa harus punya modal besar.
Kini, setiap kali Dini membuka aplikasinya dan melihat saldo emas bertambah, ia tahu kalau langkah kecil hari ini bisa berarti besar di masa depan. Dan jika langkah kecil ini diikuti jutaan orang, dampaknya bisa mengubah wajah ekonomi bangsa—dengan emas yang mulai dari Rp10.000 per hari.