Dagelan politik yang tidak lucu dipertontonkan secara vulgar jeung euweuh ka era, oleh anggota DPR yang terhormat. Dengan enteng “jeung euweuh kasieun” dia berani mengotak ngatik undang undang, “sekarepne dewe”.
Mahkamah Konstitusi ( MK ), sejatinya didirikan untuk mengatasi persoalan persoalan yang ada hubungannya dengan konstitusi. Tiap produk yang dihasilkan MK itu final dan mengikat, dan itu semua oramg tahu.
Ini negara antah berantah, di negara jamrud khatulustiwa. Setelah MK kembali pada Marwah yang benar. Melalui Putusan MK No. 60/PUU – XXII/2024 mengembalikan kedaulatan negara di tangan rakyat. Kurang lebih pemilihan Pilkada bisa diikuti oleh partai yang tidak punya kursi.
Dengan ketentuan DPT kurang 2 juta, parpol atau gabungan parpol bisa mengikut Pilkada kalau bisa memenuhi 10% suara sah di provinsi tersebut. 2 juta sampai dengan 6 juta, 8,5 %, 6 juta sampai dengan 12 juta, 7,5 %, lebih dari 12 juta, 6,5 %.
Melalui operasi kilat tidak kurang dari 24 jam, putusan itu diubah lagi melalui DPR sesuai keinginan keinginan mereka, yang intinya memasung demokrasi rakyat.
Saya yang baru melek berpolitik, dibuat geleng geleng kepala, bukan karena memang teu boga duit. Tapi herman eh heran ku kalakuan para anggota DPR, yang tahu hukum dan konstitusi tapi pura pura bego. Padahal MK dibentuk atas persetujuan DPR. Berarti geus dipercaya ku DPR dan pemerintah.
Entah apa jadinya negara ini, Konstitusi dibuat porak poranda, hukum dibuat semaunya berdasarkan kepentingan. Utak atik otak kumaha aing. Saya yakin apa yang dikatakan Ebiet G Ade, coba kita tanyakan pada rumput yang bergoyang? Rumput ge teu bisa ngajawab
Hari Sinastrio
22/08/2024