Presiden Prabowo Subianto resmi memberikan abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong. Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Presiden yang diterbitkan pada 1 Agustus 2025, setelah mendapatkan pertimbangan dan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dengan abolisi ini, seluruh proses hukum terhadap Tom Lembong dihentikan sepenuhnya, termasuk vonis pidana 4 tahun 6 bulan penjara yang sebelumnya dijatuhkan oleh Pengadilan Tipikor Jakarta atas dugaan korupsi dalam kasus impor gula.
Apa Itu Abolisi?
Abolisi adalah bentuk pengampunan hukum yang diberikan oleh Presiden Republik Indonesia yang menghentikan proses hukum terhadap seseorang sebelum proses pidana itu selesai dijalankan. Dalam praktiknya, abolisi berarti seluruh proses hukum tidak lagi berlaku — termasuk dakwaan, putusan pengadilan, atau eksekusi hukuman.
Dasar hukum pemberian abolisi tercantum dalam Pasal 14 ayat (2) UUD 1945, yang menyebutkan bahwa Presiden berhak memberikan abolisi dengan pertimbangan DPR.
Berbeda dengan grasi yang meringankan atau menghapus hukuman setelah putusan tetap, atau amnesti yang umumnya bersifat kolektif atas pelanggaran politik, abolisi menyasar individu dan dapat menghentikan kasus hukum bahkan ketika prosesnya masih berjalan.
Latar Belakang Kasus
Tom Lembong sebelumnya divonis bersalah atas kasus korupsi yang berkaitan dengan kebijakan impor gula tahun 2015–2016. Ia dinyatakan melanggar hukum dan merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah, serta dijatuhi hukuman penjara dan denda sebesar Rp750 juta subsider 6 bulan kurungan.
Namun dalam beberapa pernyataan publik, Tom Lembong membantah adanya niat jahat atau keuntungan pribadi dari kebijakan tersebut. Ia menyatakan bahwa kebijakannya saat itu semata-mata bertujuan menjaga kestabilan pasokan pangan nasional.
Proses Pemberian Abolisi
Presiden Prabowo mengajukan surat permohonan abolisi kepada DPR pada 30 Juli 2025. Dalam rapat konsultasi keesokan harinya, DPR memberikan persetujuan dengan menyatakan bahwa permohonan tersebut layak secara hukum dan konstitusional.
Dengan landasan tersebut, Presiden menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) yang langsung mengakhiri seluruh proses hukum terhadap Tom Lembong. Ia pun resmi dibebaskan dari seluruh tuntutan pidana dan administratif.
Alasan Pemberian Abolisi
Pihak Istana menyampaikan bahwa langkah ini diambil sebagai bagian dari rekonsiliasi nasional dan demi menjaga persatuan politik dan sosial dalam rangka menyambut HUT ke-80 Republik Indonesia.
Presiden Prabowo, menurut keterangan resmi, menilai bahwa pemberian abolisi merupakan langkah politik kenegaraan yang sah dan strategis untuk menyatukan elemen-elemen bangsa yang sempat terpecah akibat dinamika hukum dan politik di masa lalu.
Keputusan ini juga disebut sejalan dengan hak prerogatif Presiden, dan tidak dimaksudkan untuk mengintervensi sistem hukum, melainkan sebagai bentuk penyelesaian simbolik demi keutuhan negara.
Respons Tom Lembong
Dalam pernyataan pertamanya usai menerima abolisi, Tom Lembong menyampaikan terima kasih kepada Presiden Prabowo. Ia menyebut keputusan tersebut sebagai bentuk pemulihan terhadap kehormatannya yang selama ini dirusak oleh proses hukum yang ia anggap tidak adil.
“Saya merasa sangat bersyukur. Ini bukan hanya tentang kebebasan saya, tapi juga tentang kehormatan pribadi, keluarga, dan kepercayaan saya terhadap hukum dan negara,” ujar Tom dalam wawancara singkat.
Pandangan Publik dan Akademisi
Keputusan Presiden Prabowo menuai reaksi beragam dari publik dan para pakar hukum tata negara.
Prof. Jimly Asshiddiqie, Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, dalam wawancara dengan Kompas TV (2 Agustus 2025), menyatakan bahwa abolisi adalah hak prerogatif Presiden yang dijamin konstitusi.
“Abolisi sah secara hukum. Presiden memiliki hak itu selama mendapat pertimbangan DPR. Tapi tentu tetap perlu dijelaskan kepada publik alasannya agar tidak menimbulkan prasangka negatif,” ujar Jimly.
Senada dengan itu, Dr. Bivitri Susanti, dosen hukum di Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera, menilai bahwa meskipun abolisi legal, secara etika publik perlu ada transparansi. Dalam wawancaranya dengan Tempo, ia mengatakan:
“Presiden punya hak konstitusional, tapi karena ini menyangkut mantan pejabat dan kasus korupsi, maka transparansi sangat penting agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum.”
Di media sosial, tagar #AbolisiTomLembong sempat menjadi tren, menunjukkan respons luas dari masyarakat. Ada yang menilai keputusan ini bijak, namun tak sedikit yang mengkritik sebagai preseden buruk terhadap pemberantasan korupsi.