Insinerator dan peliknya masalah sampah Kota Bandung

Avatar photo

- Jurnalis

Jumat, 3 Oktober 2025 - 14:37 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Permasalahan sampah menjadi pekerjaan rumah yang cukup pelik bagi setiap kota dan kabupaten yang ada di negara kita.

Banyaknya penduduk berbanding lurus dengan jumlah timbulan sampah yang diproduksi oleh masyarakat itu sendiri.
Selain tingginya timbulan sampah, budaya pengelolaan sampah yang masih rendah menjadi koofesien lain yang membuat masalah sampah sulit terkondisikan.

Berbagai langkah dan upaya telah banyak dilakukan oleh pemerintah melalui SKPD terkait, baik dengan terus melakukan pendekatan edukasi dan sosialisasi budaya pengelolaan sampah sampah penyediaan fasilitas pengolahan sampah berbasis skala Komunitas masyarakat bahkan sampai ke tingkat rumah tangga.
Katakanlah dukungan sosialisasi dan edukasi dengan kemasan seminar, hadirnya pendamping sampai ke tingkat kecamatan, pembangunan fasilitas pengolahan sampah organik ( Bata terawang, loseda, Kang Empos, Biopori, Takakura, Magotisasi ), hadirnya bank sampah dan bahkan program pengelolaan sampah berbasis urban farming ( Buruan Sae ).
Terakhir Pemerintah kita Bandung mendorong upaya hadirnya Kawasan Bebas Sampah (KBS).
Semuanya itu sebagai komitmen dan keseriusan Pemerintah Kota Bandung terhadap penyelesaian masalah sampah.

*Kehadiran Insinerator*
Namun ada satu hal yang menarik, sebagai upaya lain yang dilakukan untuk menyelesaikan masalah sampah, Pemerintah Kota Bandung dengan gencar membangun tungku pembakaran (insinerator) hampir di banyak titik.
Bahkan komunitas masyarakat pun mengambil langkah inisiatif dengan membuat tungku pembakaran (insinerator) sendiri.

Baca Juga :  PPDB oh PPDB

Yang perlu mendapat perhatian besar bahwa manakala management pengurangan sampah belum dilaksanakan secara masif dan tidak begitu nampak kualitas dan kuantitas keberhasilannya maka dapat dibayangkan perlu berapa banyak insinerator untuk dipergunakan dalam pemusnahan sampah tersebut ?
Apakah ada dampak lingkungan lain yang akan hadir seiring dengan kehadiran banyaknya insinerator mengingat topografi kota Bandung?

Sisi lain yang perlu diperhatikan bersama, bagaimana kajian teknis yang berhubungan dengan kelayakan mesin itu untuk dioperasikan karena pembakaran sampah menghasilkan polusi asap buangan yang sangat berbahaya.
Artinya apakah mesin-mesin insinerator yang ada dan bahkan telah beroperasi itu sudah lolos uji emisi asap buangannya ?
Apakah masyarakat yang berada di sekitar mesin insinerator tersebut sudah dipastikan melihat dokumen kajian teknisnya ?

*Menjaga Kualitas Kesehatan Masyarakat*
Hal ini perlu dilakukan agar semua pihak terutama masyarakat memiliki potensi rasa nyaman terhadap kesehatan dirinya sendiri, mengingat kekhawatiran akan risiko kesehatan akibat emisi gas berbahaya dan partikulat halus yang dihasilkan dari proses pembakaran sampah, yang dapat menyebar luas melalui dispersi udara.

Baca Juga :  India versus Pakistan

Pemerintah harus membuka akses keterbukaan tentang segenap kebijakan yang dipilih sehingga kelak pilihan bijak dan dianggap baik tentang pengelolaan dan pengolahan sampah tidak menjadi bom waktu, seiring dengan dampak lingkungan yang hadir dari keberadaan insinerator tersebut.
Evaluasi pun menjadi hal penting dalam merawat kelaikan mesin yang beroperasi.

Bandung sebagai gudangnya akademisi sudah selayaknya dapat menghadirkan kajian solusi yang efektif, efisien dan ramah lingkungan atas penyelesaian masalah sampah ini.

*Budaya pemilahan*
Dari pilihan kebijakan apapun yang dihadirkan, penyelesaian masalah sampah hanya akan berdampak nyata apabila rumus budaya pemilahan menjadi target utama yang harus ditaati oleh masyarakat melalui pembangunan komitmen yang dikondisikan oleh aparatur kewilayahan setingkat rukun tetangga.
Dengan budaya ini permasalahan timbulan sampah yang berujung pada TPS dan Mesin insinerator akan semakin ringan karena sampah sudah sampai titik residu.
Bukankah pemerintah sudah menegaskan tentang slogan ” Tidak Dipilah Tidak Diangkut ” ?
-Solusi tanpa polusi-

Penulis : Rahmat Suprihat, S.Pd – Guru, Aktivis Peduli Lingkungan Jabar (Pelija)

Follow WhatsApp Channel klopakindonesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Haji oh Haji
Nadiem oh Nadiem
Kisah tragis dari Kampung Cae, Janji Pemimpin dan kepekaan sosial
PAPS, nasib sekolah swasta dan standarisasi kebijakannya
Tarif oh tarif
100 Hari Kepemimpinan Gubernur Jabar Dedi Mulyadi masih bersipat Intuitif dan berpacu pada Konten Youtube
Ditunggu Langkah Nyata Dedi Mulyadi Untuk Menyukseskan Program Pendidikan 12 Tahun, Bukan Hanya Anak Nakal Yang Di Urus
India versus Pakistan

Berita Terkait

Jumat, 3 Oktober 2025 - 14:37 WIB

Insinerator dan peliknya masalah sampah Kota Bandung

Rabu, 10 September 2025 - 09:26 WIB

Haji oh Haji

Rabu, 10 September 2025 - 09:15 WIB

Nadiem oh Nadiem

Minggu, 7 September 2025 - 05:23 WIB

Kisah tragis dari Kampung Cae, Janji Pemimpin dan kepekaan sosial

Rabu, 27 Agustus 2025 - 16:07 WIB

PAPS, nasib sekolah swasta dan standarisasi kebijakannya

Berita Terbaru