Oleh ; H. Ujang Fahpulwatom
Direktur Eksekutif UF Center
Di negara demokratis seperti Indonesia pemilu masih menjadi satu-satunya cara yang sah bagi rakyat dalam memilih wakil-wakilnya untuk menjadi pemimpin, lalu apakah demokrasi sepenuhnya menjamin pelaksanaan pemilu dapat berlangsung secara bebas, jujur dan adil sejalan dengan harapan rakyat, rakyat sebagai pemilik mandat dan kedaulatan tertinggi sebenarnya berhak menentukan arah dan kebijakannya agar selaras dengan tujuan awal dibentuknya sebuah pemerintahan, yaitu memajukan kesejahteraan umum yang berkeadilan sosial, sebagaimana bunyi Undang-Undang Dasar tahun 1945 hasil amandemen pasal 1 ayat 2 sebagai berikut ” kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar.
Sistem demokrasi yang di anut dan di ejawantahkan kedalam sistem kepemiluan, hanya menjadi slogan dan dijalankan setengah hati saja, partai politik sebagai salah satu pilar dari demokrasi mestinya melakukan serangkaian seleksi sekaligus penjaringan yang ketat, pembentukan karakter calon pemimpin bukan datang tiba-tiba melainkan hasil dari kaderisasi dari tingkat bawah sampai di tingkat elit, partai politik harus mempunyai ideologi berbetuk gagasan yang dapat diajarkan kepada siapapun, sehingga arah perjuangannya dapat dipahami oleh rakyat, bukan berfungsi sebagai pemberi stempel calon pemimpin semata. Partai Politik harus menjaga ambang batas kepatutan dan kepantasan seorang calon pemimpin.
Pemimpin yang tidak lahir dari gerakan kaderisasi dan aktivisme biasanya tidak memiliki ide, narasi apalagi hasil karya, pemimpin dengan latar belakang seperti ini acapkali dijadikan alat bagi sekelompok orang dengan penguasaan aset dan keuangan yang besar untuk berkuasa dengan hasrat penguasaan aspek ekonomi yang lebih luas yang biasa kita sebut oligarki, bukan untuk sebesar-besar kesejahteraan dan kemajuan rakyatnya, karakter pemimpin seperti ini dibentuk hanya berdasarkan pada opini dan citra diri semata, celakanya lagi kondisi seperti ini diperparah dengan maraknya praktek sebagian lembaga survey yang ditengarai tidak memenuhi kaidah dan kode etik dalam melakukan riset, lembaga survey menyajikan data yang semata-mata hanya memberikan keuntungan bagi calon pemimpin tertentu ” yang membayarnya saja “
Jika kondisi di atas berlangsung secara terus menerus maka kualitas dari pemilu dan demokrasi kita masih jauh dari yang di harapkan, terlebih jika kualitas pendidikan masyarakat masih rendah di tambah realitas sosial ekonominya yang belum tumbuh, mereka hanya dimobilisasi untuk memenangkan pasangan tertentu saja, padahal pemimpin yang dipilih diharapkan menjadi pemberi solusi bagi berbagai permasalahan kehidupan masyarakat, mulai dari penyediaan lapangan pekerjaan, ketersediaan bahan pokok yang murah, pendidikan dan kesehatan yang terjangkau serta rasa keadilan bagi semua.
Mari kita bangun kesadaran bersama bahwa kita semua berkepentingan pada hasil pemilu yang berkualitas, kalau tidak kita siapa lagi. kalau tidak sekarang kapan lagi!