Jakarta — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan akan melakukan kajian ulang terhadap status kepemilikan empat pulau yang kini menjadi polemik antara Provinsi Aceh dan Sumatera Utara. Langkah ini diambil menyusul pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) yang menyebut bahwa secara historis, keempat pulau tersebut merupakan bagian dari Aceh.
Empat pulau yang dimaksud adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang yang terletak di perairan Selat Malaka.
Kajian Aspek Sejarah dan Administratif
Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan Kemendagri, Safrizal ZA, mengatakan bahwa kajian akan melibatkan berbagai aspek, mulai dari dokumen sejarah, peta kolonial Belanda, hingga peninjauan kembali peta administrasi yang digunakan saat ini.
“Kami tidak bisa serta merta mengubah batas wilayah tanpa dasar hukum yang kuat. Maka, kami akan lakukan kajian menyeluruh dan melibatkan semua pihak terkait, termasuk pemerintah provinsi Aceh dan Sumatera Utara,” ujarnya di Jakarta, Jumat (14/6).
Respons Pemerintah Daerah
Pemerintah Aceh menyambut baik langkah Kemendagri. Mereka menyatakan memiliki cukup bukti sejarah dan kultural bahwa keempat pulau itu berada dalam wilayah Aceh sejak masa Kesultanan. Sebaliknya, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara meminta proses kajian dilakukan secara transparan dan netral agar tidak memicu ketegangan antardaerah.
“Yang kami harapkan adalah keadilan dan kejelasan hukum, karena ini bukan hanya soal wilayah, tapi juga menyangkut kewenangan pengelolaan sumber daya,” ujar salah satu pejabat Pemprov Sumut.
Isu Strategis Nasional
Selain menjadi polemik antardaerah, isu kepemilikan pulau ini juga dianggap strategis oleh pemerintah pusat karena berkaitan dengan pengawasan wilayah laut, perbatasan internasional, dan potensi ekonomi kelautan.
Kemendagri menyatakan hasil kajian akan diumumkan secara terbuka setelah melalui proses konsultasi, validasi data, dan persetujuan lintas kementerian serta lembaga.