Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal menyoroti soal rencana Pemerintah yang akan menaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Cucun mengingatkan bahwa kenaikan PPN yang berdampak positif terhadap penerimaan negara harus dibayar dengan inflasi yang tinggi di tahun 2022. Pada tahun tersebut, inflasi mencapai 5,51 persen.
Meski kenaikan tarif PPN menjadi 11 persen bukan satu-satunya faktor penyumbang angka inflasi itu, namun kebijakan tersebut menjadi salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap kenaikan inflasi. Sebab peningkatan tarif meningkatkan biaya produksi bagi produsen yang kemudian dapat direspons dengan menaikkan harga jual produk mereka.
“Kenaikan harga produk dan jasa akan langsung memengaruhi indeks harga konsumen, salah satu indikator inflasi. Tapi masalahnya, kenaikan inflasi tak diikuti dengan kenaikan upah yang signifikan,” kata Cucun dalam keterangn tertulis yang diterima Parlementaria, di Jakarta, Selasa (19/11/2024).
Kenaikan harga dan jasa disinyalir dapat memengaruhi kesejahteraan masyarakat dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan, terutama yang berkaitan dengan daya beli masyarakat. Ia juga menambahkan bahwa potensi restitusi PPN akan meningkat seiring dengan kenaikan tarif PPN, yang pada gilirannya akan membutuhkan biaya administrasi lebih besar bagi Pemerintah.
Politisi Fraksi PKB ini menilai bahwa pemerintah harus mengkaji ulang rencana tersebut, mengingat dampak yang bisa sangat signifikan terhadap ekonomi nasional dan kesejahteraan rakyat. Ia juga mengingatkan bahwa kondisi perekonomian global yang tidak menentu seharusnya menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan mengenai kenaikan pajak ini.
Peraturan terkait kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12% pada tahun 2025 termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Sebelumnya tarif PPN di Indonesia mengalami perubahan dari 10 persen menjadi 11 persen pada 1 April 2022.
Pada rapat kerja Komisi XI DPR pada Rabu (13/11/2024), Menteri Keuangan Sri Mulyani telah memberikan sinyal bahwa tidak akan ada penundaan penerapan kenaikan tarif PPN. al tersebut lantas menimbulkan berbagai reaksi termasuk mengkhawatirkan “efek turunan” di tengah daya beli masyarakat yang sedang menurun.