Klopakindonesia.com — Fakta mengejutkan terungkap dalam penyelidikan sementara atas kecelakaan tragis pesawat Jeju Air Penerbangan 2216 yang menewaskan 179 dari 181 orang di dalamnya pada Desember 2024 lalu. Laporan investigasi dari otoritas Korea Selatan menunjukkan bahwa pilot diduga mematikan mesin yang salah sesaat setelah pesawat mengalami serangan burung (bird strike).
Pesawat Jeju Air rute Bangkok–Muan mengalami serangan burung saat akan mendarat di Bandara Muan pada 29 Desember 2024. Akibat kejadian tersebut, pilot memutuskan melakukan go-around atau kembali terbang untuk mencoba pendaratan ulang.
Namun dalam kondisi darurat itu, pilot diduga mematikan mesin kiri, padahal yang lebih rusak akibat bird strike adalah mesin kanan. Akibatnya, pesawat kehilangan daya dorong dan sistem listrik vital, termasuk sistem roda pendaratan (landing gear), tidak berfungsi.
Pesawat kemudian melakukan pendaratan darurat dengan perut pesawat (belly landing) dan tergelincir keluar landasan hingga menabrak tanggul beton, menyebabkan ledakan hebat dan kebakaran.
Otoritas investigasi Korea Selatan (ARAIB) menyatakan bahwa temuan dari cockpit voice recorder, komputer mesin, serta posisi fisik sakelar mesin menunjukkan adanya kesalahan prosedur kritis dari kru penerbang. Mereka dengan tegas menyebut mesin yang salah telah dimatikan dalam situasi penuh tekanan tersebut.
“Data-data ini menunjukkan bukti yang tidak akan berubah,” ungkap seorang sumber dari tim investigasi sebagaimana dilansir Reuters.
Laporan sementara ini mendapat penolakan keras dari keluarga korban dan serikat pilot Jeju Air. Mereka menganggap penyelidikan terlalu cepat menyimpulkan kesalahan ada pada kru, tanpa mempertimbangkan faktor lain, seperti kerusakan indikator kokpit atau keberadaan tanggul beton yang memperparah dampak kecelakaan.
Karena tekanan publik dan keluarga korban, otoritas Korea Selatan akhirnya menunda rilis resmi laporan sementara tersebut. Laporan akhir direncanakan terbit pada Juni 2026.
Dalam situasi bird strike dan kehilangan sistem informasi kokpit, pilot diduga mengalami disorientasi dan keliru dalam mengidentifikasi mesin yang rusak. Situasi darurat, alarm menyala, serta tekanan waktu bisa menjadi faktor yang menyebabkan pengambilan keputusan fatal tersebut.
Insiden ini menjadi pengingat penting bagi dunia penerbangan akan krusialnya sistem pelatihan pilot dalam menghadapi multiple failure sekaligus, serta pentingnya desain bandara yang aman dan responsif terhadap insiden darurat. Pertanyaan mengenai standar landasan, posisi tanggul beton, dan perlindungan terhadap bird strike kini menjadi perhatian dunia.