Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung terus berupaya mengurangi volume sampah yang dikirim ke Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Sarimukti. Apalagi TPA Sarimukti telah dinyatakan kritis.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Bandung, Dudi Prayudi menjelaskan, pengurangan ritase sampah ini penting untuk memperpanjang usia pakai TPA Sarimukti, yang saat ini mengalami kondisi kritis.
TPA Sarimukti, yang awalnya direncanakan untuk mendapatkan zona perluasan pada Juni 2024, mengalami kendala dan diperkirakan baru bisa dilakukan perluasan pada tahun 2025.
Ia menyebut saat ini, TPA tersebut sudah overload hingga 1000 persen, dan jika tidak ada pengurangan sampah dari sumber, umur TPA tersebut akan habis pada Maret 2025. Oleh karena itu, Pemkot Bandung menargetkan untuk mengurangi ritase sampah dari 172-176 rit per hari menjadi 140 rit mulai 1 Desember 2024.
“Sejak tahun 2020, kita telah melihat tren penurunan jumlah sampah yang dikirim ke TPA. Pada tahun 2023, rata-rata kita mengirim 212 rit per hari, dan tahun ini hingga September sudah turun menjadi 176 rit per hari. Ini menunjukkan bahwa strategi yang sudah berjalan memberikan hasil yang positif,” kata Dudi saat Rapat Koordinasi Penanggulangan dan Pengolahan Sampah di Pendopo Kota Bandung, Jumat 4 Oktober 2024.
Dudi mengatakan, DLH Kota Bandung juga telah menyusun rencana aksi (renaksi) pengurangan sampah dalam beberapa fase. Pada fase pertama yang berlangsung antara Oktober hingga November 2024. Targetnya, pengurangan ritase hingga 32 rit akan dilakukan dengan optimalisasi beberapa program seperti:
1. Magotisasi di 151 kelurahan, yang saat ini mengolah 34,63 ton sampah organik per hari, dengan target meningkat menjadi 45,3 ton per hari.
2. Optimalisasi TPS3R dengan kapasitas 1 ton/hari dari 5 TPS3R (Kebon Jeruk, Maleer, Cibatu, Subang, Pasar Gedebage).
3. Optimalisasi TPS mesin gibrig dari 7 TPS (Panjunan, Babakan Sari, Kobana, Ciwastra, Indramayu, Dago Bengkok, Ence Azis).
4. Operasionalisasi TPST terbangun di dua lokasi Tegalega dan Nyengseret.
5. Penggunaan teknologi di TPST Batununggal.
6. Optimalisasi pengelolaan sampah per klaster.
Pemkot Bandung juga menggandeng berbagai pihak untuk mendukung pengurangan sampah. Salah satunya dengan Sesko TNI AD yang, akan memanfaatkan insinerator untuk mengolah sampah menjadi paving block dengan kapasitas 10 ton per hari.
“Ini perlu menjadi perhatian agar bisa menjalankan skenario mengurangi dari 170 ke 140 rit. Sekurang kurangnya 32 rit,” ungkapnya.
Fase kedua akan berlangsung dari 1 Desember 2024 hingga akhir 2025. Pada fase ini, DLH Kota Bandung menargetkan penambahan RW Kawasan Bebas Sampah (KBS) dan pengoperasian TPS baru di Cicuka Holis dengan kapasitas 56 ton per hari. Hingga akhir 2025, diharapkan ritase sampah yang dikirim ke TPA dapat turun dari 140 rit menjadi 113 rit per hari.
“Sedangkan Fase ketiga saat TPST Gedebage beroperasi, saat ini sedang lelang selesai bisa beroperasi Desember 2025. Di tahun 2026 kita bisa menambah sampah yang terolah 390 ton per hari hingga 70 rit. Maka kita akan mengirimkan 44 rit saja,” ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Pj Wali Kota Bandung, A. Koswara, menekankan pentingnya melembagakan sistem pengelolaan sampah ini secara permanen, agar tidak kembali pada kondisi darurat.
“Sistem ini harus menjadi bagian dari ekosistem perkotaan yang berkelanjutan. Kita harus memikirkan solusi jangka panjang agar Bandung menjadi kota ramah lingkungan,” ujar Koswara.
Ia juga mendorong kerja sama yang lebih erat dalam pengolahan sampah, melibatkan berbagai pihak dalam pengurangan dan pemilahan sampah.
“Kolaborasi dengan semua stakeholder harus kita kuatkan. Karena ini adalah upaya bersama yang melibatkan seluruh elemen masyarakat,” tegasnya.
Ia juga mengarahkan agar rencana aksi ini diterapkan secara menyeluruh dan konsisten di semua perangkat daerah dan masyarakat. Termasuk penerapan kebijakan zero waste di perkantoran, pasar, sekolah, rumah sakit, hingga puskesmas.
Lebih lanjut, rencana aksi ini akan dituangkan dalam perjanjian kinerja yang melibatkan target yang jelas, pemantauan, serta evaluasi oleh satgas. Setiap lurah dan camat juga diminta untuk mengidentifikasi dan menangani sampah liar di wilayah mereka, sementara kapasitas pengelolaan sampah di setiap kluster akan terus ditingkatkan.
“Saya minta semua bekerja optimal. Kalau kita tidak bekerja maksimal, darurat sampah bisa terjadi lagi,” ujarnya.