BANDUNG — Ribuan pekerja wisata yang terdiri dari pengemudi bus pariwisata, pengusaha travel, tour leader, serta pelaku industri pariwisata lainnya melakukan unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, pada Senin (21/7/2025). Mereka menyuarakan penolakan terhadap Surat Edaran Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi yang melarang kegiatan study tour untuk siswa di seluruh wilayah Jabar.
Namun, Gubernur Dedi Mulyadi dengan tegas menyatakan tidak akan mencabut larangan tersebut. Ia menilai, aksi demonstrasi justru semakin memperjelas bahwa study tour yang selama ini dilakukan sekolah-sekolah lebih condong kepada kegiatan piknik ketimbang edukasi.
“Yang demo bukan guru, bukan siswa, bukan orang tua murid, tapi pengusaha pariwisata. Ini membuktikan bahwa memang study tour selama ini adalah kegiatan wisata, bukan pendidikan,” kata Dedi dalam pernyataan pers yang dirilis usai aksi demonstrasi berlangsung.
Dedi menjelaskan bahwa kebijakan larangan study tour diterbitkan sebagai bentuk perlindungan terhadap siswa dan orang tua. Ia menyoroti banyaknya laporan tentang mahalnya biaya yang harus ditanggung wali murid untuk kegiatan study tour, bahkan tidak sedikit yang terpaksa berutang.
“Saya ingin memastikan pendidikan tetap pada jalurnya. Jangan ada kegiatan yang membebani secara ekonomi, apalagi dengan alasan yang tidak substansial. Pendidikan adalah hak semua anak, bukan hanya yang mampu membayar liburan,” tegasnya.
Gubernur Dedi juga menyoroti keberadaan peserta aksi dari luar Jawa Barat, termasuk komunitas kendaraan off-road dari Yogyakarta yang ikut menyuarakan penolakan terhadap larangan tersebut.
“Kalau sampai ada yang datang dari luar provinsi untuk demo, ini menunjukkan bahwa kegiatan ini sudah jadi lahan ekonomi bagi banyak pihak. Tapi kepentingan pendidikan anak-anak Jawa Barat tidak bisa dikompromikan,” ujar mantan Bupati Purwakarta itu.
Di sisi lain, para pelaku wisata yang tergabung dalam berbagai komunitas jasa pariwisata merasa terdampak langsung atas kebijakan tersebut. Mereka mengaku kehilangan potensi pendapatan yang besar, terutama di musim liburan sekolah.
“Larangan ini mematikan usaha kami. Kami bukan hanya kehilangan pesanan, tapi juga kehilangan harapan,” ujar Ari, salah satu pengusaha bus pariwisata dari Bandung.
Mereka mendesak agar pemerintah membuka ruang dialog dan mempertimbangkan pelonggaran kebijakan dengan pengawasan ketat, bukan pelarangan total.
Meski tekanan datang dari berbagai pihak, Gubernur Dedi tetap bergeming. Ia menegaskan bahwa tidak ada wacana untuk mencabut ataupun merevisi larangan tersebut. Bahkan, ia menyatakan bahwa surat edaran akan tetap menjadi pedoman bagi seluruh sekolah dan instansi pendidikan di Jabar.
“Silakan demo. Tapi jangan harap larangan ini dicabut. Saya berdiri di sisi rakyat kecil yang ingin anaknya sekolah tanpa terbebani biaya tambahan,” tandasnya.