Pada 2 April 2025, Presiden Donald Trump mengumumkan penerapan tarif impor baru yang signifikan terhadap berbagai negara, yang mulai berlaku pada 5 April 2025. Kebijakan ini mencakup tarif dasar sebesar 10% untuk semua impor, dengan tarif tambahan yang lebih tinggi untuk negara-negara tertentu berdasarkan praktik perdagangan yang dianggap tidak adil oleh pemerintah AS.
Berikut adalah daftar tarif yang dikenakan pada beberapa negara:
-
Uni Eropa: 20%
-
Tiongkok: 34%
-
Jepang: 24%
-
Korea Selatan: 25%
-
India: 26%
-
Indonesia: 32%
-
Vietnam: 46%
-
Bangladesh: 37%
-
Kamboja: 49%
-
Pakistan: 29%
-
Afrika Selatan: 30%
-
Israel: 17%
-
Swiss: 31%
-
Liechtenstein: 37%
-
Arab Saudi: 10%
-
Australia: 10%
-
Britania Raya: 10%
-
Lesotho: 50%
-
Madagaskar: 47%
-
Laos: 48%
-
Irak: 39%
-
Yordania: 20%
-
Kazakhstan: 27%
-
Brunei: 24%
-
Bosnia dan Herzegovina: 35%
-
Aljazair: 30%
-
Angola: 32%
-
Fiji: 32%
-
Guyana: 38%
-
Korea Utara: Tidak ada tarif baru yang diumumkan
Perlu dicatat bahwa beberapa negara, seperti Kanada dan Meksiko, tidak disebutkan dalam daftar tarif tambahan ini. Tarif dasar 10% berlaku untuk semua impor, sementara tarif tambahan diterapkan berdasarkan evaluasi praktik perdagangan masing-masing negara.
Kebijakan tarif ini telah menimbulkan kekhawatiran global mengenai potensi perang dagang dan dampaknya terhadap ekonomi dunia. Banyak negara telah menyatakan niat untuk memberlakukan tarif balasan sebagai respons terhadap tindakan AS ini.
Penerapan tarif dagang, seperti yang dilakukan oleh pemerintahan Trump pada 2025, bisa berdampak luas baik secara ekonomi domestik maupun global. Berikut ringkasan efeknya:
1. Efek Terhadap Ekonomi Domestik (AS)
-
Kenaikan Harga Barang Impor: Barang dari luar negeri jadi lebih mahal, memicu inflasi.
-
Perlindungan Industri Dalam Negeri: Produsen lokal bisa lebih kompetitif karena barang impor lebih mahal.
-
Biaya Produksi Naik: Banyak industri AS mengandalkan bahan baku impor, sehingga tarif bisa meningkatkan biaya produksi.
-
Konsumen Terdampak: Harga barang konsumen (misalnya elektronik, pakaian) cenderung naik.
2. Efek Terhadap Negara yang Dikenai Tarif
-
Penurunan Ekspor ke AS: Barang mereka jadi lebih mahal di pasar AS, sehingga permintaan menurun.
-
Defisit Perdagangan Meningkat: Negara-negara seperti Indonesia, Vietnam, dan Tiongkok bisa alami penurunan devisa.
-
Pergeseran Pasar Ekspor: Negara terdampak akan mencari pasar baru untuk menghindari ketergantungan pada AS.
3. Efek Global
-
Ketegangan Perdagangan Internasional: Potensi perang dagang, seperti aksi balasan dari negara-negara terkena tarif.
-
Gangguan Rantai Pasokan Global: Banyak produk dibuat lintas negara. Tarif bisa ganggu efisiensi dan aliran barang.
-
Ketidakpastian Pasar: Pasar keuangan bisa bergejolak karena investor khawatir soal pertumbuhan global.
4. Efek Jangka Panjang
-
Redefinisi Aliansi Ekonomi: Negara-negara bisa mulai membentuk blok perdagangan baru, mengurangi ketergantungan pada AS.
-
Inovasi dan Diversifikasi Produksi: Negara yang terkena tarif mungkin akan mempercepat transformasi industri agar tidak bergantung pada ekspor tertentu.
Berikut analisis dampak penerapan tarif dagang Trump terhadap bidang pertanian dan manufaktur di Indonesia:
1. Dampak pada Bidang Pertanian
a. Penurunan Ekspor
- Komoditas seperti karet, kopi, teh, kelapa sawit, dan produk hortikultura yang diekspor ke AS akan terkena tarif lebih tinggi (32%).
- Barang jadi lebih mahal di pasar AS → daya saing turun → volume ekspor bisa menurun.
b. Overproduksi & Harga Jatuh di Dalam Negeri
- Jika pasar AS menyusut, stok dalam negeri meningkat → potensi penurunan harga di pasar lokal.
- Petani kecil bisa paling terdampak karena margin keuntungan makin kecil.
c. Diversifikasi Pasar Diperlukan
- Pemerintah dan eksportir perlu cari pasar alternatif: India, Timur Tengah, atau Eropa.
- Mendorong petani untuk ikut program sertifikasi dan standarisasi agar tembus pasar baru.
2. Dampak pada Sektor Manufaktur
a. Kenaikan Biaya Bahan Baku
- Banyak bahan baku dan komponen industri manufaktur (seperti elektronik, tekstil, dan otomotif) masih impor dari luar, termasuk AS dan mitra lainnya.
- Jika AS memberlakukan pembatasan balik atau tarif balasan, maka aliran material ke pabrik lokal bisa terganggu.
b. Produk Jadi Sulit Masuk ke Pasar AS
- Produk manufaktur seperti tekstil, sepatu, furniture, elektronik ringan akan kena tarif → harga jual naik → kemungkinan permintaan menurun.
c. Potensi PHK & Perlambatan Produksi
- Jika ekspor menurun drastis, beberapa pabrik bisa kurangi produksi → PHK atau peralihan ke pasar domestik.
- Tapi pasar lokal bisa tidak cukup besar menyerap seluruh output industri ekspor-oriented.
Kesimpulan
- Pertanian: Dampaknya besar bagi petani skala kecil dan ekspor berbasis komoditas mentah.
- Manufaktur: Rentan di sisi ekspor, tapi juga bisa kena efek berantai dari gangguan rantai pasok global.
- Solusi Jangka Pendek: Insentif pemerintah, diplomasi dagang, dan pembukaan pasar baru.
- Solusi Jangka Panjang: Meningkatkan nilai tambah, produksi lokal komponen, dan hilirisasi sektor pertanian.
1. Kelapa Sawit
a. Penurunan Daya Saing di Pasar AS
-
Produk turunan sawit (seperti biodiesel, olein, margarin, sabun) jadi lebih mahal karena kena tarif 32%.
-
Produk Indonesia akan kalah bersaing dengan produk dari negara lain yang tidak dikenai tarif tinggi.
b. Efek pada Petani
-
Jika permintaan dari AS turun, penyerapan sawit dari pabrik bisa berkurang.
-
Hal ini dapat menurunkan harga TBS (Tandan Buah Segar) di tingkat petani → penghasilan menurun, terutama di Sumatera dan Kalimantan.
c. Solusi Potensial
-
Diversifikasi pasar (misal: India, Pakistan, Afrika).
-
Dorong hilirisasi di dalam negeri untuk ekspor produk turunan bernilai tinggi, bukan hanya CPO mentah.
2. Tekstil dan Produk Tekstil (TPT)
a. Ekspor Langsung ke AS Terganggu
-
AS adalah salah satu pasar ekspor utama produk tekstil dan garmen Indonesia.
-
Tarif 32% bikin harga produk tekstil Indonesia tidak kompetitif, kalah dari Vietnam atau Bangladesh (yang sebelumnya mendapat tarif preferensial).
b. Potensi Penurunan Pesanan & Produksi
-
Buyer AS bisa pindah ke negara lain.
-
Pabrik tekstil di daerah seperti Bandung, Solo, Pekalongan, dan Karawang bisa alami penurunan order dan produksi → risiko PHK meningkat.
c. Ancaman vs Peluang
-
Ancaman: Turunnya ekspor dan penutupan pabrik.
-
Peluang: Bangun ekosistem tekstil lokal untuk pasar Asia atau lokal, manfaatkan tren “nearshoring” (produksi dekat pasar), serta masuk ke produk fashion niche (seperti modest wear).