Ketika Lampu Studio Redup: Masa Depan Media Televisi di Tengah Gelombang Layoff

Avatar photo

- Jurnalis

Senin, 28 April 2025 - 13:02 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Beberapa tahun terakhir, suasana di banyak ruang redaksi stasiun televisi tak lagi seceria dulu. Derap langkah kru yang sibuk mondar-mandir di lorong studio mulai berkurang. Banyak kursi kosong, meja kerja yang tak lagi digunakan, dan wajah-wajah lama yang tak lagi terlihat. Satu per satu pekerja media, dari reporter, editor, hingga kru produksi, harus angkat kaki dari tempat mereka mengabdi selama bertahun-tahun.

Salah satu yang mengejutkan resizhing Kompas TV. Informasinya mencapai ratusan orang harus dirumahkan karena efisiensi dan restrukturisasi organisasi. Ini mengagetkan karena Kompas TV salah satu stasiun televisi yang sehat dan kuat selama ini. Bahkan televisi yang paling cepat beradaptasi dengan perubahan digital.

Sebelumnya NET TV terpaksa harus menjual channel dan berganti MDTV. Hampir seluruh karyawan dirumahkan, mulai pucuk pimpinan hingga level lapangan. Bahkan ANTV sudah lebih dahulu membubarkan departemen produksi setelah beberapa tahun sebelumnya memindahkan Redaksi ke TV One.

Jika TV Nasional sudah mulai berguguran, TV lokal sudah merasakan sebelum gelombang Covid-19 mendera dunia, industri TV lokal terseok-seok. Terlebih lagi ketika wabah Corona ini, membuat TV lokal satu bersatu berguguran.

*Disrupsi*
Fenomena pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran melanda sejumlah stasiun televisi nasional maupun lokal. Bukan hanya satu-dua orang, tapi ratusan bahkan ribuan pekerja kehilangan mata pencaharian. Dunia televisi yang dulu glamor dan penuh gengsi, kini terasa suram.

Baca Juga :  Pelija : Pemerintah Harus Serius Atasi Masalah Lingkungan di Jawa Barat

Alasannya? Banyak. Namun, benang merahnya bisa diringkas dalam satu kata: disrupsi.

Digitalisasi mengubah segalanya. Perubahan pola konsumsi media yang sangat cepat—dari layar TV ke layar ponsel—telah memukul eksistensi televisi konvensional. Penonton kini lebih memilih konten singkat, personal, dan bisa ditonton kapan saja lewat YouTube, TikTok, Netflix, atau Instagram. Akibatnya, rating TV menurun, iklan pindah ke digital, dan pemasukan perusahaan menyusut. Jalan tercepat untuk bertahan? Efisiensi. Maka, PHK menjadi langkah “terpaksa” yang banyak diambil.

Namun, di balik awan kelabu itu, masih ada secercah cahaya. Masa depan media televisi sebenarnya belum tamat—ia hanya sedang berganti wajah.

Stasiun TV yang adaptif mulai membangun kanal digital sendiri. Mereka memproduksi konten pendek untuk media sosial, membuat serial eksklusif untuk platform streaming, dan menyuguhkan berita dalam format multiplatform. Artinya, televisi tak lagi bergantung pada layar kaca, tapi hadir di mana pun audiens berada.

Live content seperti siaran olahraga, acara realitas, atau breaking news masih jadi kekuatan TV yang belum bisa disaingi media digital. Konten real-time inilah yang membuat TV tetap punya nyawa. Namun, untuk bertahan, TV harus bisa menyajikan informasi dengan kecepatan internet dan pendekatan visual yang kekinian.

Baca Juga :  Pelija Dorong Pemerintah Audit Lingkungan Secara Konfrehensif Dan Moratorium Perijinan

*Talenta Baru*
Transformasi juga menuntut lahirnya talenta baru—bukan hanya jurnalis atau presenter, tapi juga content creator, data analyst, SEO specialist, dan social media strategist. TV masa depan adalah TV yang tidak hanya pandai menyampaikan berita, tapi juga mengerti algoritma, tren, dan psikologi audiens digital.

Harus diakui, dunia televisi sedang berada dalam masa sulit. Namun bukan berarti ia akan mati. Justru, masa-masa ini bisa menjadi titik balik untuk membangun ekosistem media yang lebih lincah, kreatif, dan relevan dengan zaman.

Jika dulu televisi adalah raja media, maka ke depan, ia harus rela menjadi bagian dari kerajaan digital yang lebih luas. Ia tidak lagi berdiri sendiri, tapi harus kolaboratif, adaptif, dan berani melepas cara-cara lama.

Saya yakin televisi tidak sedang berakhir. Ia hanya sedang belajar untuk menjadi sesuatu yang baru. Wallahu’alam.

*April, 28 2025*

*Oleh: Iman S Nurdin*

*Penulis adalah Dosen KPI IAI PERSIS Bandung dan Jurnalis Senior*

Follow WhatsApp Channel klopakindonesia.com untuk update berita terbaru setiap hari Follow

Berita Terkait

Pelija Dorong Pemerintah Audit Lingkungan Secara Konfrehensif Dan Moratorium Perijinan
Gelap Gempita
KDM Jangan Centil
Pelija : Pemerintah Harus Serius Atasi Masalah Lingkungan di Jawa Barat
Pagar Laut bukan Pagar Ayu
Jangan Biasakan Malakin Rakyat
Berita ini 5 kali dibaca

Berita Terkait

Senin, 28 April 2025 - 13:02 WIB

Ketika Lampu Studio Redup: Masa Depan Media Televisi di Tengah Gelombang Layoff

Rabu, 5 Maret 2025 - 13:35 WIB

Pelija Dorong Pemerintah Audit Lingkungan Secara Konfrehensif Dan Moratorium Perijinan

Rabu, 5 Maret 2025 - 11:44 WIB

Gelap Gempita

Rabu, 12 Februari 2025 - 14:32 WIB

KDM Jangan Centil

Kamis, 23 Januari 2025 - 08:33 WIB

Pelija : Pemerintah Harus Serius Atasi Masalah Lingkungan di Jawa Barat

Berita Terbaru